About Us

My photo
Mata Kuliah Wajib Bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Thursday, November 19, 2009

Membumikan dan Memihakkan Hukum Internasional


Oleh : Hikmahanto Juwana
(Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia)

Artikel - Pada tanggal 18 Pebruari 2009, seorang tokoh pendidik, diplomat dan birokrat tangguh, Profesor Mochtar Kusumaatmadja, merayakan hari ulang tahunnya yang ke-80. Untuk memperingati dan menghormati berbagai prestasi yang telah diukir oleh Prof Mochtar, Departemen Luar Negeri bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran pada tanggal 18 Maret yang lalu mengadakan seminar nasional yang mengangkat tema prospek dan tantangan pendidikan hukum internasional di Indonesia.

Tema yang diangkat sangat relevan, terlebih lagi untuk menghormati seorang yang telah berhasil mengangkat arti penting hukum internasional bagi Indonesia. Prof Mochtar telah membuktikan hukum internasional dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional Indonesia. Konsep Negara kepulauan yang diakomodasi dalam United Nations Convention on the Law of the Sea adalah salah satunya.

Dewasa Ini
Bagi Indonesia dewasa ini pemahaman tentang hukum internasional sangat penting, tidak saja untuk para diplomat, tetapi untuk para aparat penegak hukum, pengambil kebijakan, lembaga swadaya masyarakat dan para wartawan.

Harus diakui, relevansi hukum internasional bagi Indonesia semakin tinggi. Berbagai isu nasional dan internasional yang menyangkut Indonesia banyak yang bersentuhan dengan hukum internasional.

Ada sejumlah contoh, diantaranya, masalah ekstradisi dalam proses hukum tindak pidana kerah putih, termasuk korupsi. Perang melawan teror pun berdampak pada hukum internasional dan masyarakat perlu memahaminya.

Meski penting, namun sering menjadi pertanyaan mengapa hukum internasional belum berpihak pada Indonesia. Bahkan Indonesia seolah belum dmemanfaatkan secara maksimal keberadaan hukum internasional bagi kepentingan nasionalnya.

Padahal hukum internasional, melalui perjanjian internasional, telah digunakan oleh negara maju untuk mengintervensi kedaulatan Indonesia baik di bidang peraturan perundang-undangan, sistem ekonomi, sosial dan hak asasi manusia.

Ini semua terjadi karena hukum internasional, disamping fungsinya sebagai kaedah yang mengatur hubungan yang mengatur antar subyek-subyek hukum internasional, telah difungsikan sebagai instrumen politik. Hukum internasional seolah menjadi alat baru kolonialisme.

Bagi negara maju pemanfaatan hukum internasional bertujuan untuk melindungi dan mengamankan kepentingannya. Dalam kebijakan perdagangan internasional, misalnya, hukum perdagangan internasional sangat berpihak pada negara maju.

Melalui berbagai instrumen dalam World Trade Organization (WTO), negara maju dapat memastikan negara berkembang untuk tidak mengambil kebijakan yang proteksionis. Bahkan melalui Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights negara maju dapat melindungi hak kekayaan intelektual para pelaku usahanya. Ini akan melanggengkan keuntungan yang didapat oleh para pelaku usaha negara maju.

Namun demikian, hukum internasional tidak saja dimanfaatkan oleh negara maju. Hukum internasional juga dimanfaatkan oleh negara berkembang. Bagi negara berkembang, hukum internasional digunakan untuk mengubah tatanan dunia dan sosial agar lebih adil.

Salah satunya adalah isu peradaban barat atau eropa (European Civilization) yang seolah menjadi peradaban yang harus diikuti oleh dunia. Ini tentu tidak sejalan dengan kondisi pasca era dekolonialisasi. Berbagai nilai bermunculan di dunia. Kerap nilai-nilai ini tidak sesuai (compatible) dengan nilai-nilai barat.

Sebagai contoh yang menjadi perdebatan klasik dan tidak ada henti adalah dibidang hak asasi manusia. Demikian pula dengan ketentuan untuk menikmati sumber daya alam yang tidak berada dibawah suatu kedaulatan atau hak berdaulat negara. Negara maju memiliki pandangan eksploitasi harus didasarkan pada prinsip first come first serve. Sementara negara berkembang menginginkan prinsip common heritage of all mankind.

Masih banyak sederet isu yang dapat diungkap dimana negara berkembang meginginkan perubahan yang fundamental terhadap tatanan dunia dan sosial. Hingga kini isu tersebut ada yang telah tuntas, namun masih banyak yang harus diperjuangkan.

Arah Pendidikan
Agar hukum internasional lebih berpihak pada negara berkembang, terutama Indonesia, maka pelu dilakukan reorientasi terhadap pendidikan dan pengajaran hukum internsional.

Para pengajar dan peneliti dibidang hukum internasional harus disadarkan terlebih dahulu dalam proses perubahan paradigma ini.

Para pengajar tidak bisa lagi mengajarkan hukum internasional sama seperti di masa lampau. Mereka memiliki tugas penting untuk agar pengajaran hukum internasional tidak Eropa-sentris. Eropa-sentris karena buku teks yang digunakan bersuasana Eropa atau negara yang memiliki tradisi Eropa.

Suasana Indonesia harus dapat dihadirkan dalam pemberian materi hukum internasional. Para pengajar dan peneliti harus mampu membuat buku teks hukum internasional dalam konteks Indonesia.

Buku teks Profesor Mochtar Kusumaatmadja dengan judul ‘Pengantar Hukum Internasional’ dalam bagian-bagian tertentu telah mengungkap praktek Indonesia dan negara berkembang. Salah satunya adalah kasus Tembakau Bremen.

Selanjutnya, agar perspektif barat atau negara maju tidak terlanggengkan maka pendidikan hukum internasional perlu diberikan perspektif negara berkembang.

Terakhir, para pengajar dan peneliti hukum internasional harus mampu memberi pencerahan terhadap isu-isu hukum dan internasional yang dihadapai Indonesia. Disini dibutuhkan kemampuan para pengajar dan peneliti untuk menggunakan bahasa populer—bukan bahasa ilmiah—dalam menjelaskan berbagai isu hukum internasional.

Membangun paradigma baru dan pengenalan yang lebih intens atas hukum internasional harus dimulai dari perguruan tinggi. Prof Mochtar telah memberi contoh dan memulainya. Kini giliran para generasi penerus untuk dapat mengikuti jejak Prof Mochtar.

Akhirnya selamat berulang tahun ke-80 maha guru hukum internasional kami. Kau telah memberi inspirasi dan arah bagi kami untuk melanjutkan perjuanganmu.

Notes : Artikel ini sebelumnya menjadi bahan Kuliah Umum via Video Conference Mahkamah Konstitusi


No comments:

Post a Comment

After you read this post, please leave your comment...