About Us

My photo
Mata Kuliah Wajib Bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Sunday, October 12, 2008

Pertemuan Bank Dunia dan IMF Dijaga Ketat


Minggu, 12 Oktober 2008 | 07:27 WIB

Laporan wartawan Kompas Tjahja Gunawan Diredja

WASHINGTON, SABTU - Pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat, yang berlangsung tanggal 10-13 Oktober 2008, dijaga ketat petugas keamanan.
"
Bahkan untuk antisipasi kemungkinan adanya terorisme dan aksi demonstrasi, jalan-jalan di sekitar Gedung IMF dan Bank Dunia di Washington DC, Amerika, ditutup selama diselenggarakan pertemuan tersebut.

Lokasi Kantor Pusat Gedung Bank Dunia berada di Jalan 1818 H Street North West, Washington DC, 20433, Amerika. Lokasi Gedung Bank Dunia ini berhadap-hadapan dengan Gedung IMF. Sejumlah polisi dan petugas keamanan nampak berjaga-jaga di seputar gedung tempat diselenggarakannya pertemuan tersebut.

Setiap delegasi dan wartawan dari mancanegara diwajibkan untuk melakukan registrasi. Setelah mendapatkan kartu resmi, setiap orang yang akan memasuki Gedung Bank Dunia termasuk media center di basemen gedung tersebut, diharuskan melewati pintu detektor.

Pada pertemuan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta. Semula delegasi akan dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan yang juga pelaksana jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati namun secara mendadak dia dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Jakarta pada Jumat lalu setelah menghadiri sebuah seminar di Dubai.

Sementara Gubernur Bank Indonesia Boediono menyusul pulang ke Tanah Air pada Jumat siang waktu Amerika menyusul kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah. Selain Paskah Suzetta, pejabat lain yang masih berada di Washington antara lain Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan (Depkeu) Rahmat Waluyanto dan Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono.

Sumber : http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/12/07271162 /pertemuan.bank.dunia.dan.imf.dijaga.ketat.

Thursday, October 9, 2008

Pertemuan 4

KEANGGOTAAN ORGANISASI INTERNASIONAL
Week IV

Masalah keanggotaan adalah kelanjutan dari pendirian sebuah OI. Seperti dikemukakan dalam Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian, bahwasannya didefinisikan OI sebagai organisasi antar-pemerintah (Inter-governmental organizations). Dengan demikian, jelaslah bahwa traktat konstituif OI hanya terbuka untuk negara, walaupun tidak ada pula yang melarang OI untuk menerima entitas lain non- negara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini :
"
1.Subjek Keanggotaan
Apa saja yang dapat menempati posisi peserta atau subjek keanggotaan dalam OI, disitu akan muncul yang pertama adalah negara, kedua adalah bagian dari negara (parts of state) yang terbagi ke dalam sektor geografis dari negara dan bagian dari pemerintah serta ketiga kelompok negara kemudian keempat organisasi internasional. (Ade Maman Suherman, 2003; 62)
2.Status Keanggotaan
Mengenai status keanggotaan terdapat beberapa pandangan, seperti dalam buku Boer Mauna dijelaskan bahwa negara – negara yang merupakan para pihak pada akte konstitutif mempunyai status keanggotaan dari organisasi, sedangkan negara – negara lainnya hanya berstatus sebagai associate atau observer. Negara – negara yang berstatus associate mempunyai hak yang sama seperti anggota kecuali tidak ikut dalam pemebrian suara. Sedangkan yang berstatus peninjau mempunyai hak – hak lebih terbatas dan pada umumnya hanya dapat ikut dalam kegiatan – kegiatan organisasi bila langsung menyangkut kepentingannya. Disamping itu, partisispasi organisasi – organisasi internasional tertentu dalam kegiatan organisasi – organisasi lainnya pada umumnya terbatas pada tingkat hubungan sekretariat masing – masing anggota. (Boer Mauna, 2000; 427)
Hampir sama dengan yang terdapat dalam buku Ade Maman Suherman, dilihat dari hak – hak yang dimiliki para peserta status anggota dapat dibedakan menjadi : full members (anggota penuh) yang akan berpartisipasi penuh dalam setiap kegiatan tentunya dengan memiliki hak penuh, kedua associate atau affiliate members (anggota afiliasi) yang berpartisipasi dalam kegiatan organisasi namun tidak memiliki hak memilih (Voting Rights) seperti organ prinsipal, serta partial members yang hanya berpartispasi dalam kegiatan tertentu saja. (Ade Maman Suherman, 2003; 62 – 63)
3.Penerimaan dalam OI
Mengenai penerimaan, tidak ada masalah bagi negara – negara pendiri, sebaliknya prosedur penerimaan akan berlaku bagi anggota- anggota baru. Sehubungan dengan kriteria penerimaan, pada umunya kriteria penerimaan anggota baru biasanya ditetapkan dalam piagam konstitutif atau atau perjanjian multilateral yang mendirikan suatu OI. Contoh, untuk keanggotaan PBB, pasal 4 ayat 1 nya dengan jelas menetapkan persyaratan bahwa negara calon harus cinta damai, menerima kewajiban Piagam, sanggup dan bersedia melaksanakan kewajiban – kewajiban tersebut. (Boer Mauna, 2000; 428).
Prosedur penerimaan lebih kompleks bila menyangkut organisasi tertutup atau semi tertutup. Prosedur penerimaan dalam organisasi seperti itu adalah dalam bentuk undangan yang sebelumnya diputuskan dengan suara bulat oleh negara – negara asli seperti tercantum dalam pasal 10 Treaty of Washington tahun 1949 mengenai pembentukan NATO atau yang standar penerimaan anggota baru dalam organisasi OPEC.
4. Penarikan Diri atau Berakhirnya Keanggotaan
Penarikan diri suatu negara berarti pembatalan secara unilateral terhadap piagam konstituif organisasi. Dalam hal ini negara tersebut harus menghormati ketentuan – ketentuan umum mengenai penarikan diri yang terkodifikasi dalam pasal 54 dan 56 Hukum Perjanjian 1969. Sesuai ketentuan tersebut penarikan diri suatu negara dari suatu perjanjian internasional diperbolehkan bila sesuai dengan pasal – pasal yang terdapat dalam perjanjian tersebut, atau atas kesepakatan semua pihak. Bila pasal – pasal itu tidak ada atau tidak ada pula kesepakatan mengenai hal tersebut, pengunduran diri tetap mungkin sekiranya para pihak pada perjanjian menerima kemungkinan pembatalan atau penarikan diri anggota – anggota. (Boer Mauna, 2000; 430)
Selanjutnya pengusiran negara dari suatu organisasi juga harus memenuhi ketentuan – ketentuan hukum dari perjanjian internasional. Konvensi Wina 1969 hanya merujuk permasalahannya secara implisit. Pada umumnya piagam konstitutif suatu OI berisikan ketentuan yang menjatuhkan sanksi kepada negara – negara yang melakukan pelanggaran. Dalam hal ini pengusiran merupakan sanksi paling berat yang dapat dikenakan kepada suatu negara yang melanggar prinsip – prinsip dasar organisasi atau hukum internasional umum seperti yang tersebut dalam pasal 16 ayat 4 Pakta LBB dan pasal 6 Piagam PBB. (Boer Mauna, 2000; 431)
Ade Maman Suherman menjelaskan bahwa pengakhiran keanggotaan sebuah OI yaitu sebagai berikut : (Ade Maman Suherman, 2003; 63)
a. Penarikan oleh anggota dapat berupa ketentuan konstitusi, dan penarikan tanpa ketentuan konstitusi;
b. Penegeluaran dengan paksa (expulsion from the organizations) yang dapat diartikan suatu pembekuan atau penundaan, hal ini juga kaitannya erat dengan pengenaan sanksi serta ketentuan defensif organisasi dari anggota yang tidak tunduk atau membahayakan organisasi.

Tim Pengajar